1. PENDAHULUAN
1.1
Deskripsi
Singkat
Perdagangan internasional melalui impor dan ekspor semakin
lama menjadi semakin pesat perkembangannya seiring dengan bertanbahnya penduduk
dunia dan semakin beragamnya kebutuhan manusia. Meskipun demikian tidak ada
satu negarapun di dunia ini yang memberikan akses yang sebebas-bebasnya untuk
pemasukan barang dari Negara lain, bahkan dinegara-negara yang sudah menganut
sistim pasar bebas sekalipun. Bahkan hambatan ini disetujui didalam ketentuan
hukum internasional, misalnya , organisasi badan dunia WTO memberikan hak
kepada suatu Negara untuk melakukan hambatan tarif terhadap barang impor yang
mengandung dumping atau subsidi. Tugas untuk melaksanakan hambatan terhadap
pemasukan barang impor dari Negara lain selalu dibebankan pada Institusi Pabean
dimasing-masing Negara. Institusi Pabean juga diberi tugas untuk melakukan
pengawasan terhadap barang-barang larangan dan/atau pembatasan impor atau
ekspor. Dinegara-negara berkembang, maupun Negara tertinggal kegiatan impor
atau ekspor justru dijadikan alasan untuk dipungutnya bea dan pajak yang
menjadi sumber penerimaan Negara. Indonesia sebagai Negara berkembang juga
mempunyai Institusi Kepabeanan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai . Didalam praktek penyelenggaraan pemerintahan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai berfungsi sebagai revenue collector , trade facilitator dan community
protector.
1.2
Tujuan
Instruksional Umum
Setelah membaca didalam blog ini, dapat memahami
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 jo.Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan yang merupakan dasar hukum dari tugas dan kewenangan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai .
2.
Latar Belakang
Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki
terwujudnya sistem hokum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan
nasional, bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi,
sejak kemerdekaan Undangundang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk
sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun
1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor
240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628
masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar
1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah
dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan
nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta
berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan tersebut belum
dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.
Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang didalamnya terkandung
asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan
Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta
anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka
peraturan perundangundangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal
harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus
barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat
menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.
Produk perundang-undangan yang lahir disetelah kemerdekaan adalah Undang-undang
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang mulai diberlakukan secara penuh pada
tanggal 1 Maret 1997. Karena adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat , maka
sebelas tahun kemudian, Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang
No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan.
No comments:
Post a Comment